7.406
Lembar ke-7.406,
Paragraf pertama,
Paragraf pertama,
Bersama
tak hanya saat tertawa, tetapi juga memahami dikala menangis.
Entah tengah
dalam keadaan apa yang kudapati sekarang aku berada dalam keadaan yang penuh
akan carut-marut tak menentu. Rasa lelah itu kerap datang, rasa jenuh juga
kerap menghantui, bahkan rasa ingin menyerah dipertengahan jalan juga kerap
membayangi, namun sekali lagi ku tepis dengan keadaan yang ada.
Mungkin, sudah
saatnya untuk menikmati apa yang ada bukan hanya angan-angan dan selalu menjadi
bayangan ilusi dan maya yang hidup dalam halusinasi dan dunia fantasi. Mungkin,
kali ini aku berhenti pada pemberhentian pertama, sejenak menenangkan diri,
kembali ke suatu masa di kala aku tak terpenjara masa lalu dan tidak khawatir
akan diri yang sedang rapuh dan rentan.
Maukah kau
meluangkan waktu walau sejenak kawan? Untuk mengingat saat ada seseorang yang
memberimu kesempatan untuk melunakkan hatimu, taukah kau kawan? Memupuk
benih pertemanan juga berarti mengelola harapan atas sikap dan perilaku sesama.
Mungkin
ini rasa sakit terbaru, sakit tak berdarah, yang entah dibagian mana yang
menyayat terlalu dalam. Aku tau menerima bukan berarti menghindar, tetapi
menyadari apapun sensasi yang hadir karena rasa itu. Aku tau, aku hanya perlu
bersabar menunggu, memberi ruang waktu kepada jawaban untuk menghampiri. Detik
itu aku belajar, tak semuanya mampu kita pahami, adakalanya yang mampu kita
lakukan hanyalah menerima tanpa rasa benci.
Haruskah
aku menyerah dengan keadaan? Melanggar janji yang kubuat dan menjauh pergi, kau
tau aku sudah diambang batas muak dan lelah. Atau haruskah aku bersabar sedikit saja mengalah dengan waktu berdamai dengan keadaan?
Beri aku secercah harapan, agar aku dapat menyusuri jalan yang kian gelap ditengah dinginnya gulita malam
Comments
Post a Comment