Nyanyian Februari
Wahai bayu, sampaikan kepadanya jika aku merindu. Sebenar-benarnya rindu
dengan segala makna kontinuitas didalamnya. Namun apa daya, jarak dan saluran
tuk ku bicara harus menjadi dinding pembatas di siang ini. Benar memang adanya,
hujan selalu datang dengan penuh kenangan dan genangan. Bahkan ia membawa
setiap nyanyian rindu terselip diantara rinai-rintik kecil nya. Membasahi bumi,
bergulir lembut dikaca jendela, menyapa ku riang dengan iringan guntur-kilat
bersamanya.
Seakan berseru, tatap aku wahai puan yang tengah dirundung rindu, lihatlah
bukankah hujan merupakan hal yang paling kau rindukan di setiap penghujung dan
pembuka tahun? Bukankah dulu kau senang berlari dibawah rinai-rintikku tanpa perlu
risau akan esok yang membingungkan?
Apalagi yang kau tunggu? Ketika aku datang bersama ribuan genangan
kenangan, masih dapatkah kau bersembunyi dan menafiknya, berdiam diri dibalik
kata damai padahal kau, tak pernah menemukan eksistensi damai? Aku diserbu
dengan ribuan tanya, ditikam oleh barisan rasa yang tak pernah ku sentuh
sebelumnya.
Lalu, ku beritakan pada langit kelabu jika telah tiba masa yang menjadikan
aku dan kamu dalam kenang, telah habis paruh waktu yang memuat segalanya
tentangmu maka biarkan aku terbang bebas dilangit lepas. Maka kau sambut aku dengan riuh gemuruh
hujan, kau beri aku waktu bermain bersamamu, merayakan segenap rasa yang aku
sendiri tak dapat mendefinisikannya.
“Bermainlah dibawah langit kelabu, karena nyanyian hujan tak akan pernah
mendustaimu.”
Comments
Post a Comment