7 minutes 24 seconds I

Key Prov.
Entah apa yang harus kulakukan kabar selepas ashar tadi cukup membuat duniaku terhenti, seakan berharap waktu berhenti bergulir walau untuk sejenak saja. Detik itu yang kuinginkan hanya segera tiba disana, bertemu sanak-keluarga yang telah menanti kedatangan ku hari itu. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar, dan tidak menitikan airmata di ujung pintu keberangkatan, setelah ini selepas melewati petugas dan menunjukkan tiket keberangkatan ku, perjalanan akan ku tempuh sendiri. Setelah memberi peluk-hangat kepada dua orang temanku yang dengan sukarela menemani perjalananku sampai kebandara Juanda, akhirnya aku harus melanjutkan penerbangan malam ini sendirian. Sebisa mungkin ku hilangkan fikiran negative yang terus datang menghantui, sebisa mungkin mengontrol emosi yang kian hilang kendali, sebisa mungkin tersenyum, walau diujung sana terbayang kesedihan tengah menyelimuti keluarga besar kami. Pemeriksaan barang berjalan lancar, dan aku masih berdiri ditengah antrian check-in-boarding pass,

“Ada bagasi, mba?” 
“Nggak ada” 
“Mba, tidak dalam keadaan sakit atau hamil” sekali lagi aku menggelengkan kepalaku, 
“Oke mba, ini boarding passnya, take-off jam 19.40 dari gate 9”
 “Makasih”. 
Aku berjalan menuju ruang tunggu dan memilih tempat kosong diantara deretan kursi di gate-9, sesekali handphone ku bergetar beberapa pesan masuk, ucapan belasungkawa datang bersambutan dari teman, kawan, sahabat, sanak-saudara, semuanya turut berduka dalam atmosfir kelabu, sementara diluar sana takbir baru saja berkumandang diseluruh penjuru nusantara. Sesekali menjawab pesan yang datang beriringan, dan selebihnya hanya ku baca. Beberapa menit kemudian panggilan masuk tiba diujung sana, ragu-ragu siapa gerangan disana, menelepon didetik yang krusial. Tanpa nama, nomor tak ku kenal, mungkin orang rumah yang nomernya tak ku simpan, setelah dering kedua dan menyiapkan diri serta menyamakan nada suara, saluran telepon tersambung disebrang sana.
“Assalamulaikum” 
“Waalaikumsalam, ini siapa ya?”
“Assalamualaikum, ini key kan?” 
Aku terhenyak terdiam sesaat, suara yang ku kenal dekat dan panggilan yang tak asing sudah dapat ku pastikan ini siapa, hanya segelinitir orang yang masih setia memanggil namaku dengan sebutan Key, bisa dipastikan dari sekian banyak orang yang mengenalku hanya tersisa 7 orang dengan panggilan Key di ujung sana, dan dia salah satunya.
“Iya, ini Key, ini siapa ya?” 
“Ini Dan, Key, kamu dimana sekarang?” 
“Aku di Bandara Juanda” 
“Udah sholat maghrib?” 
“Udah, kenapa Dan?” 
“Take-off jam berapa?” 
“Jam 19.40, sekitar sejam lagi” 
“Ha? Jam berapa?” suara gema takbir berkumandang di belakang sana bersahut-sahutan menggaung memenuhi ruang 
“Habis isya” 
“Oh habis isya, oke deh, maaf ya aku baru ngontak sekarang, tadi aku habis ada urusan baksos diluar, habis maghrib baru sampai balik ke kampus, aku juga kaget denger kabar dari ibu, ya aku juga khawatir, nyoba ngontak nomer biasa, berkali-kali nggak aktif, makanya ini juga minjem hape temen, udah sempet ragu si, telponnya gak bakal diangkat, untung ibu tadi ngasih nomer wa, kan nomer kamu yang lama udah ga aktif, aku ga nyimpen nomer kamu lagi setelah nomer itu, aku juga coba ngontak lewat sosmed tapi tau lah sekarang sosmed kamu juga jarang aktif kan, yah jadi cuman ini caranya, maaf"
Aku terdiam diujung sana mendengar rentetan penjelasannya. 
“Aku turut berduka cita, Key” lanjutnya setelah
“Makasih ya, Dan” 
“Iya sama-sama, yang tabah ya Key, yang sabar, take-off jam 19.40, landing jam berapa?” “Jam 10 malam waktu Jawa, jam 11 waktu Kalimantan” 
“Ini sendirian?” 
“Iya, sendirian sama siapa lagi?” tawa ku menutup kesedihan diujung sana
 Hati-hati dijalan kalau gitu, semoga selamat sampai tujuan”
“Iya, makasih doanya, keluarga apa kabar Dan?” 
“Alhamdulillah ayah-ibu baik, Rara juga sehat” 
waktu yang tepat untuk mengganti arah topik pembicaraan, aku tak ingin tangis ku pecah di ujung sambungan ini “Rara lanjut dimana sekarang?”
“Di SMP-IT deket rumah, kemaren sempet ketemu ibu, Key?”
“Iya, sempet ketemu sama ibu sama ayah juga, cuma yah gitu karena bertabrakan sama panitia ospek aku gak bisa bantu banyak, maaf yah” 
“Nggak papa, udah lebih dari cukup itu, maaf malah aku yang ngerepotin, udah aku bilang ke ibu kok, kalo panitia ospek bakal sibuk banget, dan bakal susah ditemuin” 
“Iya, setidaknya cuma bisa bantu segitu”
"Gimana kejadiannya, Key?"
Sekali lagi aku dibawa ke alur pertama, setelah bercerita sedikit yang ku ketahui tentang kondisi terakhir beliau, sementara orang di sambungan ujung sana menyimak dengan seksama.
"Oke deh, kabarin ke aku kalo udah sampai di rumah ya, aku ada tugas lagi habis ini"
"Oke, nanti aku kabarin, Dan, makasih banyak ya"
"Sama-sama-Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam--"
Jaringan terputus di ujung sana, percakapan terhenti dan sejenak aku larut ditengah keramaian, betapa tidak aku bersyukur masih dikelilingi orang-orang yang super banget supportnya, terlebih Ohana HI, punya kakak-kakak yang the best banget dukungannya, setidaknya tetap bisa memberi ketabahan dan ketegaran ditengah keadaan yang krusial, dan untuk kisah yang tertulis dilembar papyrus, terimakasih untuk waktu 7 menit 24 detiknya.

Comments

Popular posts from this blog

Lembaran makna dalam Kimi No Nawa

Interwined

Bias Ombak